Ambon - Sawai - Ora (Part 1)
Wednesday, May 20, 2015
Jika
tujuan utamanya adalah Ora Eco Resort, maka mencapainya tidak sulit
karena Ora menyediakan paket tur yang sudah termasuk biaya transport
dari Bandara Pattimura – Ora Resort PP, makan 3x sehari, snack 1 x
sehari, room, dan tur ke daerah
wisata sekeliling Ora Resort.
Namun
berhubung saya kemarin ingin sedikit berkeliling di Ambon & Sawai,
jadilah saya mengatur sendiri trip 5D4N ini agar hemat dan efisien ala
backpacker dengan sebisa mungkin tidak mengurangi kenyamanan kami
berempat. (banyak maunya ya?!
:P)
Barang bawaan wajib :
-
Baju Renang (bikini atau two piece memang cantik untuk
foto eksis, tp untuk kostum snorkeling apalagi diving, lebih baik bawa yang panjang
untuk meminimalisir sunburn dan hitam)
-
Sunblock dengan SPF maksimal & after sun lotion (saya
pakai sunblock 110 SPF selama 2 hari snorkeling berturut2 dan harus
pasrah tetap pulang dengan kulit coklat eksotis. FYI, jika sedang musim
panas, di daerah Ambon suhunya bisa mencapai
37 derajat celcius!)
-
Alat snorkeling (jika punya)
-
Tumbler/tempat minum sendiri untuk dibawa saat tur/ snorkeling (air mineral tinggal isi di Resort)
-
Plastik/waterproof bag, berguna untuk wadah gadget dan kamera ketika hujan tiba-tiba.
-
Multi stop kontak, berhubung di Ora dan Sawai PLN belum masuk, jadi listrik Cuma ada dari jam 18.00 – 06.00.
-
Yang gampang lapar, bawalah cemilan sendiri karena di Ora tidak ada warung yang menjual makanan/snack/minuman.
-
Kamera underwater (bakal nyesel kalau sampai nggak bawa!)
Day 1
JAKARTA - AMBON
Saya
berangkat dengan flight jam 08.00 WIB pagi dan tiba di Bandara
Pattimura, Ambon pada pukul 14.00 WIT (perbedaan waktu 2 jam dari
Jakarta). Di Ambon tidak ada taksi, namun jika ingin menuju kota dapat
menggunakan angkot ataupun mobil
carteran yang bisa didapat dengan mudah saat keluar dari pintu
kedatangan. Dari teman saya tahu jika tarif mobil carter ke Pelabuhan
Tulehu berkisar antara 150K – 200K sekali jalan. Saya beruntung karena
punya kenalan, jadi kami dijemput di Bandara untuk diantar
sampai ke pusat kota.
Kota Ambon yang berbukit-bukit |
Perjalanan
Bandara ke pusat kota memakan waktu kurang lebih 1 jam. Ketika melewati
Pantai Natsepa, saya memutuskan untuk berhenti sejenak sambil mencicipi
rujak Natsepa yang tersohor itu.
Best rujak I've ever tasted! |
Uniknya,
selain buah-buahan rujak Natsepa juga memakai ubi merah dan ketimun.
Bumbu kacangnya memang beda. Kacang tanah sengaja tidak digerus halus,
menyisakan tekstur kasar kacang yang berpadu dengan legitnya gula merah
khas Ambon. Samar-samar
rasa pedas dari campuran cabai terasa saat rujak dikunyah. Sungguh
nikmat, apalagi ditemani dengan pemandangan pantai Natsepa yang airnya
sangat jernih.
Tips
: jangan lupa untuk mencoba Gandaria, salah satu buah yang langka di Jakarta
ini banyak dijual di pinggiran jalan. Rasanya segar, seperti campuran
antara mangga dan jeruk.
Sesampainya
di kota, saya berhenti di Beta Ruma, salah satu restoran yang menjual
aneka makanan khas Ambon. Kami memesan ikan bakar, sambal colo-colo,
kohu-kohu, papeda dan kuah kuning. Rasanya luar biasa enak!
Ikannya
besar dan segar dengan aroma yang khas. Rahasianya adalah selama proses
grilled/bakar, ikan tidak boleh dikipasi sehingga aromanya meresap ke
dalam daging. Papeda dihidangkan dengan mangkuk tanah liat yang bernama
“bale papeda”
dan gata-gata (sepasang kayu panjang untuk menggulung papeda).
Ikannya segar, kohu-kohunya segar, papedanya juga unik. Recommended bangetlah ini! |
Ikan
kuah kuning biasanya menjadi pendamping lauk papeda, namun karena sudah
ada ikan bakar, maka saya hanya minta kuah kuningnya yang asam segar.
Kohu-kohu adalah favorit saya, sayuran mirip
urap dengan suwiran ikan asap ini sukses membuat saya dan teman-teman
jatuh cinta. Di berbagai pelosok ambon, Kohu-Kohu disajikan dengan
berbagai variasi, mulai menggunakan ikan mentah sampai bia/kima (sejenis
kerang laut). Sayangnya si kohu-kohu ini sudah semakin langka, sulit untuk menemukannya meski di Ambon sekalipun.
Patung Martha yang menghadap ke kota Ambon. Epic! |
Puas
menikmati makan siang, kami bertolak ke Monumen Christina Marta Tiahahu
yang terletak di dataran tinggi. Dari sanalah spot terbaik sunset kota
Ambon dapat dinikmati. Siluet Marta Tiahahu seolah sedang mengawasi dan
menjaga kota di
pesisir laut yang pernah ternodai oleh konflik agama beberapa tahun
silam.
Kemudian saya mampir menyempatkan diri
untuk membeli oleh-oleh. Pusat oleh-oleh di kota Ambon yang terkenal
adalah Petak 10, namun karena kemarin saya mencari lokasi yang terdekat
maka saya mampir ke Cahaya Liembers di Jl. WR Supratman.
Disini tersedia aneka macam buah tangan yang cukup beragam, mulai dari
aneka kue sagu, minyak kayu putih hingga kaos bertuliskan bahasa daerah
yang lucu-lucu, harga makanan berkisar dari 10 - 40K.
Di pusat kota terdapat banyak tempat
menginap, yang terbagus adalah Swiss Belhotel di jalan Benteng Kapaha.
Namun jika budget terbatas, banyak pula guest house dengan harga
terjangkau, seperti Victoria Guest House yang terletak dekat dengan
Lapangan Merdeka dapat disewa dengan harga mulai dari 200K/malam. FYI, di Lapangan Merdeka inilah tempat Patung Patimura dan Gong Perdamaian Dunia diletakkan.
Salah satu pemandangan di pusat kota Ambon, depan lapangan Merdeka |
Setelah
itu, saya melanjutkan jalan-jalan kami ke kedai kopi khas Ambon.
Terdapat banyak tempat menikmati kopi di kota ini, namun beberapa yang
terkenal adalah Kopi Tradisi Joas, Sibu-Sibu dan Maples Café.
Uniknya
hampir selalu tersedia
live music di setiap kafe. Para pengunjung dapat menyumbangkan
suara sembari menikmati panasnya kopi khas Ambon. Memang darah timur
Indonesia dikenal memiliki kelebihan dalam hal tarik suara, terlebih di
Ambon yang dijuluki The City of Music. Jangan
heran pula saat naik angkot disini, suara musik akan disetel maksimal
sehingga dentaman music angkot akan terdengar jelas bagi siapapun yang
dilewatinya.
Saya
bertandang ke Sibu-Sibu yang buka hingga larut malam. Tempatnya tidak
besar namun cukup menarik perhatian karena seluruh dindingnya berisi
aneka gambar penyanyi & artis berdarah Ambon.
Pisang coklat dan Kasbi Tone yang rasanya mirip getuk tapi tidak manis. Enak! |
Tips
: coba pesan Kopi Sibu-Sibu (kopi + susu kental manis + kacang kenari)
atau Kopi Rarobang (kopi hitam dengan campuran rempah & kacang
kenari) untuk rasa kopi yang lebih kuat. Terdapat pula aneka jajanan
tradisional ambon yang unik
di Sibu-Sibu.
Belum
puas dengan kopi, kami menyusuri salah satu pasar tradisional di Ambon
karena tergiur oleh murahnya durian. Kebetulan di Ambon sedang musim
durian sehingga durian cukup murah, mulai dari 10K, saya sudah bisa
membawa pulang satu durian
utuh berukuran sedang. Puas menikmati suasana malam di Ambon Manise,
kami pulang ke guest house dengan perut kenyang.
Cost Day 1 Jakarta-Ambon
Damri ke Bandara : 40K
Rujak Natsepa : 12K/porsi
Makan siang di Beta Ruma : 50K/pax
Guest house : 100K/pax
Ngopi malam di Sibu-Sibu : 30K/pax
Durian : 10K/pax
Oleh-Oleh : 150K/pax
Gong Perdamaian entrance fee : 5K/pax
Total cost : 397K/pax
1 comments
Nice Post Kawan, Kembangkan !
ReplyDelete